Assalamu
‘alaikum. Benarkah isi sms maaf-maafan yang marak tersebar akhir-akhir ini?
Isinya:
Ketika
Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau
mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah
mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para
sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai tiga kali. Ketika
selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian
beliau menjelaskan: “ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril
dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” jawab Rasullullah.
Do’a
Malaikat Jibril adalah: “Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila
sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
1) Tidak
memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak
bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak
bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Abu yahya
(tegal**@***.com)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
warahmatullah.
Hampir
semua orang yang menuliskan hadis ini tidak ada yang menyebutkan periwayat
hadisnya. Setelah dicari, hadis ini pun tidak ada di kitab-kitab hadis. Setelah
berusaha mencari-cari lagi, penulis menemukan ada orang yang menuliskan hadis
ini kemudian menyebutkan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah,
3:192 dan Ahmad, 2:246, 254. Ternyata, pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, 3:192,
juga pada kitab Musnad Imam Ahmad, 2:246 dan 2:254 ditemukan hadis berikut:
“Dari Abu
Hurairah; Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam naik mimbar lalu bersabda,
‘Amin … amin … amin.’ Para sahabat bertanya, ‘Kenapa engkau berkata demikian,
wahai Rasulullah?’ Kemudian, beliau bersabda, ‘Baru saja Jibril berkata
kepadaku, ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadan tanpa mendapatkan
ampunan,’ maka kukatakan, ‘Amin.’ Kemudian, Jibril berkata lagi, ‘Allah
melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun
itu tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka
berdua),’ maka aku berkata, ‘Amin.’ Kemudian, Jibril berkata lagi, ‘Allah
melaknat seorang hamba yang tidak bersalawat ketika disebut namamu,’ maka
kukatakan, ‘Amin.”” (Al-A’zhami berkata, “Sanad hadis ini jayyid.”)
Hadis ini
dinilai sahih oleh Al-Mundziri dalam At-Targhib wa At-Tarhib, 2:114, 2:406,
2:407, dan 3:295; juga oleh Adz-Dzahabi dalam Al-Madzhab, 4:1682. Dinilai hasan
oleh Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid, 8:142; juga oleh Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam Al-Qaulul Badi‘, no. 212; juga oleh Al-Albani di Shahih
At-Targhib, no. 1679.
Dari
sini, jelaslah bahwa kedua hadis di atas adalah dua hadis yang berbeda. Entah
siapa orang iseng yang membuat hadis pertama. Atau mungkin, bisa jadi pembuat
hadis tersebut mendengar hadis kedua, lalu menyebarkannya kepada orang banyak
dengan ingatannya yang rusak, sehingga makna hadis pun berubah.
Bisa jadi
juga, pembuat hadis ini berinovasi membuat tradisi bermaaf-maafan sebelum
Ramadan, lalu sengaja menyelewengkan hadis kedua ini untuk mengesahkan tradisi
tersebut. Yang jelas, hadis yang tersebat luas itu tidak ada asal-usulnya. Kita
pun tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu. Sebenarnya, itu bukan hadis dan
tidak perlu kita hiraukan, apalagi diamalkan.
Meminta
maaf itu disyariatkan dalam Islam. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
bersabda,
“Orang
yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apa pun, maka hari ini ia wajib
meminta agar perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang
hari saat tidak ada ada dinar dan dirham, karena jika orang tersebut memiliki
amal saleh, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezalimannya. Namun,
jika ia tidak memiliki amal saleh maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari
orang yang ia zalimi.” (H.r. Bukhari, no. 2449)
Kata “اليوم”
(hari ini) menunjukkan bahwa meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja, dan
yang paling baik adalah meminta maaf dengan segera karena kita tidak tahu kapan
ajal menjemput.
Dari
hadis ini jelaslah bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf, jika kita
berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan
dilakukan kepada semua orang yang ditemui maka itu tidak pernah diajarkan oleh
Islam.
Jika ada
yang berkata, “Manusia ‘kan tempat salah dan dosa. Mungkin saja kita berbuat
salah kepada semua orang tanpa disadari.”
Yang
dikatakan itu memang benar, namun apakah serta-merta kita meminta maaf kepada
semua orang yang kita temui? Mengapa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
dan para sahabat tidak pernah berbuat demikian? Padahal, mereka adalah
orang-orang yang paling khawatir akan dosa. Selain itu, kesalahan yang tidak
disengaja atau tidak disadari itu tidak dihitung sebagai dosa di sisi Allah ta’ala.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,
إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه
“Sesungguhnya,
Allah telah memaafkan umatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, karena
lupa, atau karena dipaksa.” (H.r. Ibnu Majah, no. 1675; Al-Baihaqi, 7:356; Ibnu
Hazm dalam Al-Muhalla, 4:4; dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu
Majah)
Dengan
demikian, orang yang “meminta maaf tanpa sebab” kepada semua orang bisa
terjerumus pada sikap ghuluw (berlebihan) dalam beragama. Begitu pula,
mengkhususkan suatu waktu untuk meminta maaf dan dikerjakan secara rutin setiap
tahun tidak dibenarkan dalam Islam dan bukan ajaran Islam.
Hal lain
yang menjadi sisi negatif tradisi semacam ini adalah menunda permintaan maaf
terhadap kesalahan yang dilakukan kepada orang lain hingga bulan Ramadan tiba.
Beberapa orang, ketika melakukan kesalahan kepada orang lain, tidak langsung
minta maaf dan sengaja ditunda sampai momen Ramadan tiba, meskipun harus
menunggu selama 11 bulan.
Meski
demikian, bagi orang yang memiliki kesalahan bertepatan dengan Sya’ban atau
Ramadan, tidak ada larangan memanfaatkan waktu menjelang Ramadan untuk meminta
maaf pada bulan ini, kepada orang yang pernah dizaliminya tersebut. Asalkan,
ini tidak dijadikan kebiasaan, sehingga menjadi ritual rutin yang dilakukan
setiap tahun dan dilakukan tanpa sebab.
Wallahu
a’lam.
***
Diambil
dari situs kangaswad.wordpress.com, dengan beberapa penambahan oleh Ustadz Ammi
Nur Baits.
Artikel
www.KonsultasiSyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar