Label

Selasa, 01 Oktober 2013

Langkah-Langkah Islam Memberantas Korupsi



Indonesia adalah negara dengan penduduk penganut Islam terbesar di dunia dan pada saat yang sama juga termasuk negara dengan tingkat korupsi terbesar.
Suka tidak suka, ini merupakan indikasi bahwa pelaku korupsitersebut mayoritasnya adalah beragama Islam. Namun apakah ada hubungan antara tindakan kejahatan korupsi tersebut dengan ajaran Islam yang luhur dan menjunjung tinggi budi pekerti?

Tentu tidak, karena dari dalil-dalil mengharamkan korupsi - sebagaimana telah disebutkan di atas- sangat menghujat tindakan dan pelaku korupsi dalam bentuk sekecil apapun juga, sekalipun hanya sebesar jarum atau seharga tali terompah. Dan juga, sejarah telah membuktikan bahwa pada masa Islam berjaya dan dipraktikkan pada seluruh lini kehidupan. Pada saat itu korupsi bisa ditekan seminimal mungkin. Pegawai yang bebas korupsi juga diperankan semua lapisan umat, mulai dari pucuk pimpinan tertinggi, yaitu khalifah. Umar bin Khattab khalifah Rasulullah, penakhluk dua imperium besar di masanya: Romawi dan Persia, memakai pakaian yang bertambal.
Imam Malik meriwayatkan dalam Al Muwaththa’ bahwa Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku melihat Umar bin Khattab pada masa khilafahnya memakai jubah yang bertambal di dua pundaknya”.  Mungkinkah khalifah penghancur dua negara adidaya di masanya, tidak malu memakai jubah bertambal akan melakukan korupsi?
Ibnu Zanjuwaih (wafat: 247H) meriwayatkan dalam bukunya Al Amwal, ia berkata, “Umar bin Khattab memiliki seekor unta. Budaknya
memerah susu unta setiap hari untuknya. Suatu ketika, budak membawa susu unta ke hadapan Umar. Umar berfirasat lain dan dia bertanya kepada budaknya, “Susu unta dari mana ini?
Budaknya menjawab, “Seekor unta milik negara (baitul maal)
yang telah kehilangan anaknya, maka saya perah susunya agar tidak kering, dan ini harta Allah.”
Umar berkata, “Celakalah engkau! Engkau beri aku minuman dari neraka!
Bagi seorang pemimpin yang adil seperti Umar, penampilan bukanlah ukuran.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Thariq bin Syihab bahwa saat Umar datang ke salah satu daerah kekuasaannya, negeri Syam. Ia disambut gubernur Syam Abu Ubaidah radhiyallahu ‘anhu, para tokoh
dan rakyat di pintu gerbang kota Damaskus. Ia turun dari tunggangannya menuntun sendiri untanya serta mengepit kedua sepatu di ketiaknya untuk menyeberangi sungai kecil. Pemandangan ini disaksikan oleh khalayak ramai. Maka Abu Ubaidah berkata, “Wahai, Amirul mukminin! Engkau disambut oleh para tokoh dan pembesar Syam dan melakukan hal ini?
Umar marah seraya membentak, “Wahai Abu Ubaidah, sesungguhnya engkau dahulu adalah bangsa yang hina, rendah dan miskin, kemudian Allah muliakan kalian dengan Islam. Jika kalian mencari ketinggian martabat dengan selain Islam niscaya Allah akan
rendahkan derajat kalian”.
Orang dengan kepribadian yang bersih seperti Umar mustahil kiranya akan melakukan tindak korupsi. Dan mustahil kiranya akan membiarkan bawahan dan orang-orang terdekatnya mengambil keuntungan dari harta negara, sekalipun hukum memanfaatkan harta negara tersebut tidak sampai haram. Imam Malik meriwayatkan bahwa Abdullah dan Ubaidillah anak Umar bin Khattab ikut dalam pasukan yang diutus ke Irak. Sebelum kembali ke Madinah mereka mampir ke kota Bashrah menemui Abu Musa Al Asy’ari, gubernur kota. Abu Musa menitipkan kepada keduanya sejumlah uang negara yang hendak dikirimkan ke Khalifah Umar bin Khattab. Seraya berkata, “Uang ini saya pinjamkan kepada kalian berdua, lalu kalian
beli barang perniagaan dari Irak dan kalian jual di Madinah. Setelah itu kalian serahkan kepada khalifah uang negara dan labanya milik kalian”.
Dua orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini yang juga anak khalifah menyetujuinya. Sesampainya di Madinah, mereka menjual barang perniagaan dan memperoleh keuntungan. Lalu mereka menyerahkan surat darigubernur Bashrah kepada Umar yang berisi bahwa ia menitipkan uang negara melalui Abdullah dan Ubaidillah, serta mengizinkan mereka memperdagangkannya. Umar bertanya kepada kedua anaknya, “Apakah seluruh tentara yang ikut dalam perjalanan tersebut mendapatkan pinjaman yang
sama?
Mereka menjawab, “Tidak”.
Umar berkata, “Karena kalian anak khalifah, maka dia memberikan kalian pinjaman modal! Serahkan modal dan labanya ke baitul maal (kas negara)!
Abdullah diam tidak menjawab. Adapun Ubaidillah memberanikan diri berujar, “Wahai Amirul Mukminin, tidak pantas engkau lakukan itu! Karena jika perniagaan kami rugi, kami tetap mengganti harta negara!
Salah seorang yang hadir dalam majelis berkata, “Wahai Amirul Mukminin, buat jadi mudharabah”.
Umar menyetujuinya. Maka modal dan 1/2 laba diambil Umar dan diserahkan ke baitul maal dan 1/2 laba dibagi untuk Abdullah dan Ubaidillah.
Ibnu Hajar berkata, “Sanad atsar ini sahih”.
Kebersihan jiwa pemimpin seperti Umar dari korupsi pasti akan membias kepada kebersihan jiwa aparatnya. Baihaqi meriwayatkan bahwa, “Tatkala imperium Kisra di Irak ditakhlukkan oleh umat Islam, harta rampasan perang dari imperium besar kala itu di bawa ke kota Madinah, pusat khilafah. Penanggung jawab baitul maal berkata, “Biar saya yang membawanya ke baitul maal”.
Khalifah Umar bin Khattab berkata, “Demi Tuhan pemilik Ka’bah, harta ini tidak akan disimpan di bawah atap, dan saya yang akan membagi-bagikannya langsung.”
Lalu beliau menitahkan agar harta tersebut dibawa ke masjid
Nabawi, lalu ditutup dan dijaga oleh beberapa prajurit yang berasal dari kaum Muhajirin dan Anshar.
Di pagi hari, Umar mengajak Abbas bin Abdul Muthalib dan Abdurrahman bin Auf ikut menyaksikan harta rampasan tersebut. Kain penutup dibuka dan kelihatan harta gemerlap yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya, berupa: emas, intan, berlian, zamrud dan permata yang berkilauan.
Syahdan Umar menangis….Salah seorang berkata, “Hari ini bukanlah hari kesedihan, hari ini hari penuh syukur dan kegembiraan”.
Umar berkata, “Demi Allah, saya menangis karena khawatir ini pertanda buruk, karena tidaklah harta sebanyak ini dimiliki suatu kaum melainkan mereka saling bermusuhan”.
Lalu Umar menghadap kiblat menadahkan kedua tangannya ke
langit seraya berdo’a, “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan harta ini sebagai cara untuk menarik kami ke lembah kebinasaan,
sesungguhnya aku mendengar firmanMu,“Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui”. (Al A’raaf: 182).
Kemudian Umar berkata, “Di mana Suraqah bin Ju’syum?
Lalu Suraqah datang. Dan Umar memberikan dua gelang raja Persia kepadanya untuk dipakai. Ia memakainya sambil mengucapkan, “Allahu Akbar”.
Umar berkata, “Segala puji bagi Allah Yang telah mencabut kedua gelang itu dari raja Persia Kisra bin Hurmuz dan dipakai oleh Suraqah bin Ju’syum seorang Arab Badui dari suku Mudlaj” 
 224
.
Lalu Umar mengamat-ngamati, membolak-balik tumpukan harta-harta dihadapannya, seraya berkata, “Prajurit yang menyerahkan rampasan perang sebanyak ini sungguh merupakan orang yang dapat dipercaya”.
Seorang prajurit berkata, “Engkau adalah orang yang dipercaya Allah (sebagai khalifah), tentulah para prajurit anda akan amanah menyerahkan harta rampasan perang, selama anda amanah menjalankan perintah Allah. Sebaliknya, jika engkau berkhianat, pasti mereka akan berkhianat juga”.
Umar menimpali, “Ucapanmu benar”.
Lalu Umar membagi-bagikan seluruh harta tersebut kepada kaum muslimin
225
.
Kejujuran aparatur negara bukan saja pada masa sahabat. Bahkan juga pada masa tabi’in. Umar bin Abdul Aziz khalifah bani Umayyah yang memerintah pada tahun 99H hingga ia wafat tahun 101H. Ia memimpin 2/3 belahan dunia pada waktu itu. Pada suatu musim dingin seorang budaknya selalu membawakan air panas untuk ia berwudhu. Suatu ketika ia menanyakan kepada budaknya dimana air wudhu itu dipanaskan.
Budaknya menjawab, “Aku memanaskannya di atas tungku dapur umum milik baitul maal”.
Seketika Umar memerintahkan Muzahim (orang kepercayaannya) untuk memperkirakan berapa kayu bakar dapur umum selama ini terpakai untuk memanaskan air wudhunya, lalu ia membeli kayu bakar sebanyak yang ditaksir dan menyerahkannya ke dapur umum 
226
.
Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa gubernur Yordan mengirim dua keranjang kurma ke khalifah Umar bin Abdul Aziz. Saat kurma diterima, khalifah bertanya, “Pakai kendaraan apa Kurma ini dibawa dari Yordan?
Kurir menjawab, “Kendaraan (kuda) pos milik negara”.
Umar berkata, “Pergilah engkau ke pasar dan jual kurma ini, lalu serahkan uang hasil penjualannya ke baitul maal”.
Kurir itu menjualnya di pasar dan dibeli oleh salah seorang laki- laki dari bani Marwan (kerabat khalifah). Lalu ia menghadiahkannya kepada khalifah.Saat melihat dua keranjang kurma itu, Umar yakin bahwa
kurma itu adalah hadiah dari gubernur Yordan tadi. Ia pun memakan satu keranjang bersama hadirin yang berada di majelisnya dan satu keranjang lagi dikirim ke istrinya. Lalu ia mengeluarkan uang seharga
dua keranjang kurma dan menyerahkannya ke baitul maal. Kejujuran aparatur negara Islam di masa keemasannya tentu lahir melalui proses sedemikian rupa. Berikut ini langkah-langkah Islam menciptakan aparatur negara yang bersih, bebas dari tindak korupsi dan hal-hal lain yang merugikan negara.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar