Apakah yang
dimaksud dengan amal shalih itu?
Apa saja syarat
yang harus kita penuhi agar amalan kita diterima oleh Allah subhanahu wata'ala?
Apakah akibatnya apabila kita tidak ikhlas salam beribadah?
Insya Allah artikel berikut akan menjelaskannya kepada kita.
Para pembaca yang
mulia- semoga Allah subhanahu wata'ala merahmati kita semua-, Allah subhanahu
wata'ala Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana telah menetapkan bahwa di antara
hamba-hamba-Nya akan ada yang mengalami hidup bahagia dan akan ada yang mengalami
hidup sengsara.
Namun Allah
subhanahu wata'ala adalah Dzat Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, melalui lisan
Rasul-Nya shalallahu 'alaihi wasallam, Dia subhanahu wata'ala juga telah
menunjukkan kepada umat manusia ini mana jalan yang akan mengantarkan kepada
hidup bahagia dan mana jalan yang akan menjerumuskan kepada jurang
kesengsaraan.
Oleh karena itu,
sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui dan mempelajari serta kemudian
mematuhi dan mengamalkan rambu-rambu yang telah terpasang di jalan yang menuju
kepada hidup bahagia tersebut. Allah subhanahu wata'ala sebagai pemilik
kehidupan ini telah menegaskan dalam Al Qur'an,
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ
حَيَاةً طَيِّبَةً
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang bahagia. ” (An Nahl: 97)
Allah subhanahu
wata'ala mensyaratkan kepada seorang mukmin yang menginginkan hidup bahagia, agar
mereka beramal shalih. Allah subhanahu wata'ala berjanji, barangsiapa yang
beramal shalih niscaya akan dimasukkan ke dalam Jannah-Nya. Sebagaimana
firman-Nya,
وَمَنْ
يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ
الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
“Barangsiapa
yang beramal shalih baik laki-laki maupun perempuan dan dia beriman, maka
mereka akan masuk ke dalam Al Jannah dan mereka tidak akan dianiaya sedikit
pun. ” (An Nisa': 124)
Apakah Amal
Shalih itu?
Tidaklah semua amal baik yang dilakukan oleh seseorang bisa dikatakan sebagai amalan shalih yang diterima di sisi Allah subhanahu wata'ala. Seperti yang telah dikhabarkan oleh nabi shalallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya,
Tidaklah semua amal baik yang dilakukan oleh seseorang bisa dikatakan sebagai amalan shalih yang diterima di sisi Allah subhanahu wata'ala. Seperti yang telah dikhabarkan oleh nabi shalallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya,
رُبَّ
صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوْعُ, وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ
لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهْرُ
“Betapa banyak
orang yang berpuasa, tidaklah dia mendapatkan pahala kecuali sekedar rasa
lapar, dan betapa banyak orang yang menegakkan shalat malam, tidaklah dia
mendapatkan pahala kecuali sekedar bergadang saja. ” (HR. Ibnu Majah, An
Nasa'i)
Lihatlah wahai
pembaca yang mulia, ternyata amalan puasa dan shalat malam yang dilakukan,
tidak memberikan manfaat bagi dirinya, Allah subhanahu wata'ala tidak menerima
amalan tersebut, tidak memberi pahala kepadanya, dan yang ia peroleh hanya
sebatas rasa lapar dan payah belaka. Karena Allah subhanahu wata'ala dan
Rasul-Nya shalallahu 'alaihi wasallam telah menetapkan dalam syariat Islam ini,
bahwa suatu amalan disebut amal shalih yang diterima di sisi Allah subhanahu
wata'ala jika terpenuhi padanya dua syarat:
Syarat pertama
adalah ikhlas.
Amalan yang
dilakukan itu semata-mata hanya untuk mengharapkan ridha Allah subhanahu
wata'ala, bukan karena terpaksa atau karena mengharapkan pujian orang lain,
atau dalam rangka untuk mencari jabatan, kekayaan, popularitas dan semisalnya
dari perkara-perkara duniawi.
Syarat kedua,
amalan itu haruslah sesuai dengan tuntunan/ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam.
Beliau shalallahu
'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa
mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunan (ajaran)nya dari kami, maka
amalan itu akan tertolak (di sisi Allah subhanahu wata'ala). ” (HR. Muslim)
Bagaimana bisa
seperti itu? Kita ambil contoh amalan shalat. Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam telah mengajarkan kepada umatnya bahwa shalat Maghrib itu tiga
raka'at. Maka barangsiapa yang mengerjakan shalat Maghrib empat raka'at, tentu
shalatnya tidak sah dan secara otomatis akan tertolak di sisi Allah subhanahu
wata'ala. Kedua syarat itulah pada hakekatnya merupakan realisasi dari Asy
Syahadatain (dua kalimat Syahadat: Laa Ilaaha Illallah – Muhammadurrasulullah).
Ketika seseorang telah mengikrarkan bahwa Allah subhanahu wata'ala lah
satu-satunya Dzat yang berhak untuk diibadahi, maka sudah seharusnya bagi dia
untuk mempersembahkan seluruh ibadahnya ikhlas karena Allah subhanahu wata'ala.
Dan ketika dia telah menyatakan bahwa Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam
adalah Rasulullah, maka hendaknya dia siap, tunduk, dan patuh untuk menjalankan
ibadah kepada Allah subhanahu wata'ala sesuai dengan tuntunan/ajaran Nabi
Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Allah subhanahu wata'ala berfirman:
قُلْ
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو
لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ
بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barang siapa
mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaknya dia mengerjakan amal shalih
dan janganlah dia mempersekutukan sesuatu apa pun dalam beribadah kepada-Nya. ”
(Al Kahfi: 110)
Al Imam Ibnu
Katsir mengatakan: Ini adalah dua rukun amalan agar diterima (di sisi Allah
subhanahu wata'ala), yaitu ikhlas karena Allah subhanahu wata'ala dan sesuai
dengan tuntunan/ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
Jika hilang salah
satu dari kedua syarat tersebut, maka amalan seseorang akan tertolak dan tidak
ada nilainya di sisi Allah subhanahu wata'ala. Maka barangsiapa yang beramal
dengan niat ikhlas karena Allah subhanahu wata'ala, namun tidak sesuai dengan
tuntunan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, maka amalannya tertolak,
dan sebaliknya barangsiapa yang beramal dengan amalan yang sesuai dengan
tuntunan/ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, namun tidak ikhlas
karena Allah subhanahu wata'ala, maka amalannya pun juga tertolak.
Peranan Niat
dalam Amalan dan Kewajiban Ikhlas di dalamnya
Setiap amalan itu tergantung pada niatnya sebagaimana sabda nabi shalallahu 'alaihi wasallam:
Setiap amalan itu tergantung pada niatnya sebagaimana sabda nabi shalallahu 'alaihi wasallam:
“Sesungguhnya
setiap amalan itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan
balasan (dari amalannya) sesuai dengan niatannya. ” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Seseorang yang
beramal dengan niatan ikhlas untuk mendapatkan ridha dan pahala dari Allah
subhanahu wata'ala, dia akan mendapatkannya Insya Allah. Dan barangsiapa yang
beramal namun dengan niatan untuk mendapatkan perkara yang sifatnya materi
(duniawi) dan tidak ikhlas karena Allah subhanahu wata'ala, maka amalan itu
tidak ada nilainya di sisi Allah subhanahu wata'ala. Boleh jadi dia akan
mendapatkan apa yang diinginkan tersebut, tapi Allah subhanahu wata'ala tidak
akan memberikan keridhaan-Nya kepadanya, bahkan Allah subhanahu wata'ala
mengancam orang yang seperti ini dengan firman-Nya,
مَنْ
كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا
يُبْخَسُون* أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي
الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa
yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan usaha mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu
tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat
kecuali An Nar (neraka) dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka
usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. ” (Hud: 15-16)
Betapa pentingnya
permasalahan ikhlas ini, sampai-sampai Al Imam An Nawawi menjadikan wajibnya
ikhlas sebagai bab pertama dalam kitab beliau yang barakah Riyadhush Shalihin.
Adapun dalil yang menunjukkan wajibnya ikhlas dalam semua amalan ibadah kepada
Allah subhanahu wata'ala adalah firman-Nya,
وَمَا
أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا
الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Dan tidaklah
mereka diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan
ibadah kepada-Nya. ” (Al Bayyinah: 5)
Seseorang yang
beramal bukan dalam rangka mengharap ridha Allah subhanahu wata'ala, berarti
dia telah menjadikan sekutu dan tandingan bagi Allah subhanahu wata'ala dalam
ibadah. Inilah kesyirikan yang dilarang dalam agama ini. Allah subhanahu
wata'ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi,
مَنْ
عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِيْ تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Barang siapa
yang beramal dengan mempersekutukan Aku dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan
(tidak mempedulikan) pelakunya dan perbuatannya. ” (HR. Muslim)
Orang yang
berbuat syirik kepada Allah subhanahu wata'ala, maka amalannya akan terhapus
dan tertolak di sisi Allah subhanahu wata'ala. Allah subhanahu wata'ala berfirman,
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Jika engkau
berbuat syirik, maka sungguh amalan-amalanmu akan terhapus dan engkau termasuk
orang-orang yang merugi. ” (Az Zumar: 65)
Tipu Daya
Iblis
Para pembaca, tentunya kita tidak lupa akan perbuatan Iblis yang membangkang ketika Allah subhanahu wata'ala memerintahkan kepadanya untuk sujud kepada Nabi Adam ?. Allah subhanahu wata'ala mengusir Iblis dari Al Jannah, maka Iblis menyatakan sebagaimana yang Allah subhanahu wata'ala kisahkan dalam Al Qur'an,
Para pembaca, tentunya kita tidak lupa akan perbuatan Iblis yang membangkang ketika Allah subhanahu wata'ala memerintahkan kepadanya untuk sujud kepada Nabi Adam ?. Allah subhanahu wata'ala mengusir Iblis dari Al Jannah, maka Iblis menyatakan sebagaimana yang Allah subhanahu wata'ala kisahkan dalam Al Qur'an,
قَالَ
رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَلأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ *إِلا عِبَادَكَ
مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ *
“Iblis
berkata: “Wahai Rabbku, oleh sebab Engkau telah menyesatkanku, pasti aku akan
menjadikan mereka (anak cucu Adam) memandang baik (perbuatan maksiat) di muka
bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba
Engkau yang ikhlas di antara mereka. ” (Al Hijr: 39-40)
Iblis bertekad
untuk menyesatkan umat manusia ini seluruhnya, kemudian Iblis mengecualikan
orang-orang yang ikhlas, karena Iblis tidak akan mampu untuk menyesatkan
mereka.
Ini menunjukkan
bahwa misi utama Iblis adalah menyesatkan umat manusia dari jalan Allah
subhanahu wata'ala dengan memalingkan mereka dari keikhlasan kepada-Nya.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ
الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَيْءٍ مِنْ شَأْنِهِ
“Sesungguhnya
setan akan selalu hadir menggoda salah seorang diantara kalian pada setiap
keadaannya. ” (HR. Muslim)
Hendaknya kita
semua berhati-hati dari makar setan ini, karena setan senantiasa akan menggoda,
menyesatkan, dan memalingkan kita dari keikhlasan kepada Allah subhanahu
wata'ala. Senantiasa kita koreksi niat-niat kita dalam beramal. Semoga Allah
subhanahu wata'ala menjadikan kita termasuk di antara hamba-hamba-Nya yang
Mukhlishin. Akibat tidak Ikhlas
Berikut ini akan kami sampaikan sebuah hadits nabi shalallahu 'alaihi wasallam yang menceritakan keadaan orang-orang yang tidak ikhlas dalam amalannya, Beliau shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (artinya),
Berikut ini akan kami sampaikan sebuah hadits nabi shalallahu 'alaihi wasallam yang menceritakan keadaan orang-orang yang tidak ikhlas dalam amalannya, Beliau shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (artinya),
“Sesungguhnya
manusia yang pertama dihisab pada hari kiamat nanti adalah seseorang yang mati
syahid, di mana dia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah
diterimanya serta ia pun mengakuinya. Kemudian dia ditanya, ‘Apakah yang kamu
gunakan terhadap nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Saya berjuang di jalan-Mu sehingga
saya mati syahid’. Allah berfirman, ‘Kamu berdusta, kamu berjuang (dengan niat)
agar dikatakan sebagai pemberani, dan hal itu sudah terpenuhi. ’ Kemudian Allah
memerintahkan untuk menyeret orang tersebut yang akhirnya dia dilemparkan ke An
Nar (neraka). Kedua, seseorang yang belajar dan mengajar serta suka membaca Al
Qur'an, dia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah
diterimanya serta ia pun mengakuinya, kemudian ditanya, ‘Apakah yang kamu
gunakan terhadap nikmat itu?’. Ia menjawab, ‘Saya telah belajar dan mengajarkan
Al Qur'an untuk-Mu’. Allah berfirman, ‘Kamu dusta, kamu belajar Al Qur'an
(dengan niat) agar dikatakan sebagai orang yang alim (pintar), dan kamu membaca
Al Qur'an agar dikatakan sebagai seorang Qari' (ahli membaca Al Qur'an), dan
hal itu sudah terpenuhi. ’ Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang
itu yang akhirnya dia dilemparkan ke dalam An Nar. Ketiga, seseorang yang
dilapangkan rezekinya dan dikaruniai berbagai macam kekayaan, lalu dia
dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia
pun mengakuinya. Kemudian dia ditanya, ‘Apakah yang kamu gunakan terhadap
nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Tidak pernah aku tinggalkan suatu jalan yang Engkau
sukai untuk berinfaq kepadanya, kecuali pasti aku akan berinfaq karena Engkau.
’ Allah berfirman, ‘Kamu dusta, kamu berbuat itu (dengan niat) agar dikatakan
sebagai orang yang dermawan, dan hal itu sudah terpenuhi’. Kemudian Allah
memerintahkan untuk menyeret orang tersebut yang akhirnya dia dilemparkan ke
dalam An Nar. ” (HR. Muslim)
Demikianlah
ketiga orang yang beramal dengan amalan mulia tetapi tidak didasari keikhlasan
kepada Allah subhanahu wata'ala. Allah subhanahu wata'ala lemparkan mereka ke
dalam An Nar. Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa mengambil pelajaran
dari kisah tersebut.
Nabi shalallahu
'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عز وجل لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ
لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ
الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Barangsiapa
yang menuntut ilmu yang semestinya dalam rangka untuk mengharap wajah Allah,
tetapi ternyata tidaklah dia menuntutnya kecuali hanya untuk meraih sebagian
dari perkara dunia, maka dia tidak akan mendapatkan aroma Al Jannah pada hari
kiamat nanti. ” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah)
Akhir kata,
semoga ulasan edisi kali ini mendorong kita untuk selalu mengoreksi ibadah yang
telah kita lakukan baik kualitas maupun kuantitasnya. Semoga Allah subhanahu
wata'ala mengampuni kekurangan-kekurangan ibadah kita yang telah lalu dan
menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang mukhlishin. Amin, Ya Rabbal
alamin.
Mutiara Faedah
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (artinya):
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (artinya):
“Barang siapa
yang berwudhu' lalu berjalan menuju rumah Allah (masjid) untuk menunaikan
kewajiban shalat yang telah diwajibkan oleh Allah, maka salah satu langkah
kakinya dapat menghapus dosa dan langkah lainnya dapat mengangkat derajatnya. ”
(HR. Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu)
Masjid merupakan
syi'ar agama Islam yang perlu dijaga dan dilestarikan, bukan hanya dari sisi
fisiknya saja, namun yang paling utama adalah meramaikan masjid itu dengan
menghidupkan berbagai macam kegiatan (ibadah) yang dianjurkan oleh syariat,
seperti menghidupkan sholat jama'ah lima waktu. Allah subhanahu wata'ala adalah
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang sehingga tidak akan menyia-nyiakan amalan
seseorang, bahkan Allah subhanahu wata'ala membalasnya dengan jauh lebih baik
dari apa yang ia kerjakan, sebagaimana hadits di atas.
sumber: www. darussalaf. or. id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar