Salah
satu aturan syariat yang hanya berlaku untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau diizinkan untuk menikahi lebih dari 4 wanita. Setiap orang yang
memahami sejarah dakwah Nabi …
By Ummu Sa'id
Salah satu aturan syariat yang hanya
berlaku untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau diizinkan
untuk menikahi lebih dari 4 wanita. Setiap orang yang memahami sejarah dakwah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar, akan berkesimpulan,
pernikahan yang beliau lakukan sangat sarat dengan tujuan yang mendukung
dakwah.
Beliau pernah melangsungkan akad
nikah dengan 13 wanita. Dua diantaranya meninggal sebelum beliau: Khadijah dan
Zainab bintu Khuzaimah. Dua istri beliau belum dikumpuli, yang ini tidak kita
bahas. Sisanya, sembilan istri beliau lainnya yang bertahan hingga beliau
wafat.
Pembahasan kita arahkan untuk
11 ummahatul mukminin, para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, yang membangun keluarga bersama beliau,
1. Khadijah bintu
Khuwailid radhiyallahu ‘anha
Ayahnya: Khuwailid bin Asad bin
Abdul Uzza. Dia adalah kakeknya Zubair bin Awwam
Ibunya: Fatimah bintu Zaidah bin
Al-Asham. Dia adalah bibi sahabat Ibnu ummi Maktum.
Ahli sejarah berbeda pendapat,
apakah khadijah menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
keadaan janda, ataukah masih gadis. Sebagian mengisyaratkan bahwa Khadijah
masih gadis, diantaranya Abu Nuaim Al-Ashbahani dalam Dalail An-Nubuwah
(1/178).
Ulama berbeda pendapat tentang usia
khadijah ketika menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Keterangan yang sering kita dengar, beliau menikah dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam di usia 40 tahun. Berdasarkan riwayat yang disebutkan
oleh Ibnu Sa’d dalam At-Thabaqat Al-Kubro, dari Al-Waqidi. Dalam riwayat
itu dinyatakan:
وتزوجها رسول الله صلى الله عليه و
سلم وهو بن خمس وعشرين سنة وخديجة يومئذ بنت أربعين سنة ولدت قبل الفيل بخمس عشرة
سنة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menikahinya (Khadijah) ketika beliau berusia 25 tahun, sementara
Khadijah berusia 40 tahun.” (Thabaqat Ibn Sa’d, 1/132)
Akan teteapi dalam riwayat Al-Hakim
dengan sanadnya, dari Muhammad Ibnu Ishaq, beliau menyatakan:
وكان لها يوم تزوجها ثمان وعشرون سنة
“Pada hari pernikahannya (Khadijah),
beliau berusia 28 tahun.” (Al-Mustadrak Al-Hakim, 11/157)
Kemudian dalam Al-Bidayah wan
Nihayah, Ibnu Katsir mengatakan
نقل البيهقي عن الحاكم أنه كان عمر
رسول الله صلى الله عليه و سلم حين تزوج خديجة خمسا وعشرين سنة وكان عمرها إذ ذاك
خمسا وثلاثين وقيل خمسا وعشرين سنة
“Dinukil oleh Al-Baihaqi dari
Al-Hakim bahwa usia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
menikah dengan Khadijah adalah 25 tahun, sedangkan usia Khadijah ketika itu
adalah 35 tahun, ada juga yang mengatakan, 25 tahun…” (Al-Bidayah wa
An-Nihayah, 2/295)
Allahu a’lam, tidak ada acuan yang cukup menenangkan dan meyakinkan
dalam hal ini, karena itu kita tidak perlu terlalu mendalami. Lebih dari itu,
orang tidak jadi sesat gara-gara salah dalam menentukan tahun pernikahan
Khadijah.
Khadijah merupakan istri pertama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. dan selama beliau bersama
Khadijah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpoligami sampai
Khadijah meninggal. Dan semua putra Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berasal dari pernikahannya dengan Khadijah, termasuk diantaranya Fatimah istri
Ali bin Abi Thalib, putri bungsu dari Khadijah. Kecuali satu, Ibrahim. Ibrahim
berasal dari ibu Mariyah Al-Qibthiyah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah memuji beberapa wanita, diantaranya khadijah,
حَسْبُكَ مِنْ نِسَاءِ العَالَمِينَ:
مَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ، وَخَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ، وَفَاطِمَةُ بِنْتُ
مُحَمَّدٍ وَآسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ
Cukup bagimu 4 wanita pemimpin
dunia: Maryam bintu Imran (Ibunda nabi Isa), Khadijah bintu Khuwailid, Fatimah
bintu Muhammad, dan Asiyah Istri Fir’aun. (HR. Ahmad 12391, Turmudzi 3878, dan
sanadnya dishahihkan Syuaib Al-Arnauth)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sering menyebut nama Khadijah, sampai A’isyah radhiyallahu ‘anha
mengatakan tentang Khadijah,
مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ ،
هَلَكَتْ ( أي : ماتت ) قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَنِي لِمَا كُنْتُ أَسْمَعُهُ
يَذْكُرُهَا
Aku tidak pernah cemburu terhadap
semua istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana aku cemburu
kepada Khadijah. Beliau meninggal sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menikahiku, namun aku sering mendengar beliau menyebut-nyebut
Khadijah. (Khadijah 3815)
2. Saudah bintu Zam’ah bin
Qois radhiyallahu ‘anha
Ayahnya: Zam’ah bin Qois bin Abdi
Wud
Ibunya: As-Syamus bintu Qois bin
Amr. Secara nasab, ibunya merupakan sepupu Abdul Muthalib dari jalur ibu.
Sehingga Saudah dengan Abdullah (ayah Nabi) adalah sepupu kedua (mindoan).
Sebelumnya, Saudah menikah
sepupunya, Sakran bin Amr. Beliau masuk islam bersama suaminya dan ikut hijrah
ke habasyah. Sepeninggal Sakran, Saudah menjadi janda tanpa keluarga yang
melindunginya. Sampai akhirnya dinikahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, di usia yang sudah cukup tua. Ketika itu, Saudah telah memiliki 6
putra.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menikahinya di bulan Syawal tahun 10 kenabian (sekitar 3 tahun
sebelum hijrah), sebulan sepeninggal Khadijah radhiyallahu ‘anha. (Al-Bidayah
wan Nihayah Ibnu Katsir, 3/149).
Ketika sudah cukup tua, Saudah
menyerahkan jatah gilir malamnya untuk A’isyah. Dengan harapan, Saudah bisa
tetap menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai
meninggal, sehingga bisa menemani beliau di surga. Terkait peristiwa ini, Allah
menurunkan firman-Nya disuratAn-Nisa ayat 128.
Beliau meninggal di Madinah tahun 54
H. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 471)
3. A’isyah bintu Abi Bakr
As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma
Beliau dilahirkan 4 tahun sebelum
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus. Ayahnya seorang As-Shiddiq
yang banyak menemani perjuangan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ibunya bernama Ummu Ruman bintu Amir bin Uwaimir.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menikahi A’isyah di bulan syawal tahun 11 setelah kenabian. Dua
tahun 5 bulan sebelum hijrah dan setahun setelah beliau menikahi Saudah. (Ar-Rahiq
Al-Makhtum, hlm. 471)
Paraahli sejarah berbeda pendapat
tentang usia Aisyah ketika menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Pendapat yang makruf, beliau menikah di usia 6 tahun, dan baru
kumpul di usia 9 tahun. Sebagaiaman keterangan Aisyah sendiri tentang dirinya,
تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ ، وبنى بي وأنا بنت تسع
سنين
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menikahiku ketika aku berusia 6 tahun. Dan beliau kumpul bersamaku
ketika aku berusia 9 tahun. (HR. Bukhari 3894 & Muslim 1422)
Namun keterangan A’isyah ini
dipertanyakan. Karena beliau menyampaikan keterangan ini setelah di usia cukup
tua dan ketika itu angka tahun kurang diperhatikan. Karena itulah ada sebagian
ulama yang membandingkannya dengan usia Asma (saudari Aisyah). Ibnu Hajar
menegaskan selisih usia Asma dengan A’isyah adalah 10 tahun lebih tua.
Sementara Abu Nuaim meriwayatkan
bahwa usia Asma ketika hijrah ke Madinah 27 tahun. Artinya, ketika hijrah,
Aisyah berusia 17 tahun.Adajuga yang mengatakan, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah di usia 13 tahun, dan baru kumpul di usia
lebih dari itu.
Beliaulah satu-satunya istri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinikahi dalam kondisi
masih gadis. (HR. Bukhari 5077). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menikahi A’isyah di usia muda, atas perintah Allah melalui mimpi beliau. Dan
mimpi nabi adalah wahyu.
A’isyah, wanita yang berakhlak mulia
dan sangat cerdas. Sebagian ulama mengatakan, A’isyah adalah wanita yang paling
paham tentang ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di seluruh
dunia. Karena jasa besar A’isyah, kita bisa mengetahui banyak sunah di rumah
tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau meriwayatkan
sekitar 2210 hadis, 316 diantaranya terdapat dalam shahih Bukhari & Muslim.
Terkait A’isyah, Allah menurunkan
firman-Nya disuratAn-Nur. Allah membersihkan nama baik Aisyah dari tuduhan
orang munafik bahwa beliau telah selingkuh. A’isyah adalah wanita baik-baik
yang tidak mungkin melakukan demikian. Anehnya, orang-orang syiah masih menuduh
A’isyah sebagai zaniah (pezina) – wal’iyadzu billah – yang ini
menunjukkan bahwa mereka kufur terhadapsuratAn-Nur.
Beliau meninggal pada tanggal 17
Ramadhan, tahun 57 H. ada yang mengatakan, tahun 58 H. dan jenazah beliau
dimakamkan di Baqi’, yang sampai saat ini menjadi incaran orang syiah. Mereka
menggali kuburan A’isyah dan ingin mereka rusak. Semoga Allah meridhai A’isyah
dan menghancurkan makar syiah.
4. Hafshah bintu Umar bin
Khatab radhiyallahu ‘anhuma
Ayahnya seorang sahabat yang luar
biasa. Ibunya juga seorang sahabiyah, namanya Zainab bintu Madz’un bin Wahb.
Artinya, ibunya Hafshah adalah saudara dari Utsman bin Madz’un, seorang sahabat
mulia yang pernah ingin mengebiri dirinya agar bisa fokus ibadah, namun
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya.
Sebelumnya, Hafshah menikah dengan
Khunais bin Khudzafah As-Sahmi. Bersama suaminya, beliau masuk islam dan ikut
hijrah ke Habasyah. Sahabat Khunais bin Khudzafah pernah ikut perang Badr dan
perang Uhud. Pada perang Uhud beliau terkena luka yang mengantarkan pada
kematiannya, semoga Allah meridhai beliau.
Beliau menjanda sepeninggal suaminya
Khunais bin Khudzafah As-Sahmi antara tahun 2 – 3 hijriyah. Sebagian ahli
sejarah mengatakan, ketika itu, usia Hafshah baru menginjak 20 tahun. Setelah
selesai masa iddah, Umar sang ayah yang bertanggung jawab, segera mencarikan
suami penggantinya. Beliau menawarkan ke Utsman, namun Utsman belum
berkeinginan menikah karena baru ditinggal mati istrinya. Umarpun menawarkan ke
Abu Bakr, namun beliau tidak menggapinya, hingga Umarpun marah kepada Abu Bakr.
Sampai akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminangnya.
Setelah Hafshah dinikahi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, Abu Bakr menemui Umar dan bertanya, ‘Apakah kamu marah
dengan sikapku kemarin?’ ‘Ya.’ Jawab Umar. Kemudian Abu Bakr menjelaskan
alasannya,
فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ
أَرْجِعَ إِلَيْكَ فِيمَا عَرَضْتَ إِلا أَنِّي قَدْ عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ ذَكَرَهَا ، فَلَمْ أَكُنْ
لأُفْشِيَ سِرَّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَلَوْ تَرَكَهَا
لَقَبِلْتُهَا
Tidak ada sebab yang membuatku tidak
merespon tawaranmu, selain karena aku telah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebut-nyebut Hafshah. Dan Aku tidak layak membuka
rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika beliau tidak
berkeinginan menikahi Hafshah, niscaya akan aku terima. (HR. Bukhari 4005)
Hafshah dikenal sebagai wanita yang
ahli ibadah. Sehingga beliau disebut Shawwamah(wanita rajin puasa) danqawwamah(wanita
rajin shalat malam). Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di
surga. (HR. Al-Hakim 6753, beliau shahihkan dan didiamkan oleh Adz-Dzahabi).
Beliau pernah mengemban amanah yang
luar biasa, menjaga mushaf yang telah ditulis di zaman Abu Bakr dan Umar.
Karena Hafshah terkenal dengan hafalan qurannya.
Hafshah wafat di bulan Sya’ban tahun
45 H di Madinah, di usia 60 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Baqi. Beliau
meriwayatkan sekitar 60 hadis yang terdapat dalam shahih Bukhari & Muslim.
Hafshah merupakan salah satu istri
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling banyak dicela orang
syiah. Semoga Allah meridhai Hafshah dan membinasakan makar syiah.
5. Zainab bintu Khuzaimah radhiyallahu
‘anha
Ayahnya: Khuzaimah bin Harits bin
Abdullah. Ibunya: Hindun bintu Auf bin Zuhair. Beliau dikenal sebagai ibu yang
memiliki banyak menantu manusia mulia. Diantara menantu beliau: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Ja’far, Ali bin Abi Thalib, Hamzah bin Abdul
Muthalib, dan Abbas bin Abdul Muthalib.
Beliau bergelar Ummul Masakin, karena
sangat belas kasih dengan orang miskin dan banyak bergaul dengan mereka.
Sebelumnya, beliau bersuami Abdullah bin Jahsy radhiyallahu ‘anhu.
Kemudian Abdullah meninggal di perang Uhud. Di tahun 4 H, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menikahinya. Namun usia pernikahan beliau tidak lama.
Setelah tiga bulan berlangsung, Zainab menuju rahmat Allah, di bulan rabiul
akhir, tahun 4 H. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalati
jenazahnya dan beliau dimakamkan di Baqi.
6. Ummu Salamah, Hindun bintu
Abi Umayyahradhiyallahu ‘anha
Ayahnya: Abu Umayyah, Hudzaifah bin
Mughirah. Seorang pemuka Quraisy. Ibunya: Atikah bintu Amir bin Rabi’ah.
Ummu Salamah, sebelumnya menjadi
istri Abu Salamah radhiyallahu ‘anhuma. Bersama Abu Salamah beliau
memiliki beberapa anak. Pada tahun 4 H, kesedihan melanda keluarganya. Abu
Salamah, sang suami tercinta meninggal dunia. Namun dia tidak hanyut dalam
kesedihannya. Dia teringata pesan Nabi agar membaca satu doa ketika tertimpa
musibah,
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ ، اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي ، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا
مِنْهَا
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, ya Allah, berikanlah pahala atas musibah yang menimpaku
dan gantikanlah aku dengan yang lebih baik.
Karena siapa yang membaca doa ini akan
Allah gantikan yang lebih baik. Ketika hendak berdoa, wanita solihah ini
bergumam,
أُعَاضُ خَيْرًا مِنْ أَبِي سَلَمَةَ؟
ثُمَّ قُلْتُهَا، فَعَاضَنِي اللَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَآجَرَنِي فِي مُصِيبَتِي
“Saya diberi ganti yang lebih baik
dari pada Abu Salamah? Akupun tetap membacanya. kemduian Allah gantikan suami
untukku Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Allah berikan pahala
untuk musibahku.”
Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjadi pengganti Abu Salamah untuknya. (HR. Muslim 918).
Terkenal dengan wannita cerdas,
memberi saran suaminya dan mendukung dakwah suaminya. Lebih dari itu, beliau
dikenal wanita yang menawan. A’isyah mengungkapkan isi hatinya terkait Ummu
Salamah,
لَمَّا تَزَوَّجَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ سَلَمَةَ حَزِنْتُ حُزْنًا شَدِيدًا
لِمَا ذَكَرُوا لَنَا مِنْ جَمَالِهَا ، قَالَتْ : فَتَلَطَّفْتُ لَهَا حَتَّى
رَأَيْتُهَا ، فَرَأَيْتُهَا وَاللَّهِ أَضْعَافَ مَا وُصِفَتْ لِي فِي الْحُسْنِ
وَالْجَمَالِ ، قَالَتْ : فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِحَفْصَةَ ، وَكَانَتَا يَدًا
وَاحِدَةً ، فَقَالَتْ : لا وَاللَّهِ إِنْ هَذِهِ إِلا الْغَيْرَةُ
Ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menikahi Ummu Salamah, aku sangat sedih sekali. Karena
banyak orang menyebut kecantikan Ummu Salamah. Akupun mendekatinya untuk bisa
melihatnya. Setelah aku melihatnya, demi Allah, dia jauh-jauh lebih cantik dan
lebih indah dari apa yang aku bayangkan. Akupun menceritakannya kepada Hafshah
– mereka satu kubu – kata Hafshah, “Tidak perlu cemas, demi Allah, itu hanya
karena bawaan cemburu.” (Thabaqat Al-Kubro Ibn Sa’d, no. 9895)
Beliau meriwayat sekitar 13 hadis
yang terdapat dalam shahih Bukhari & Muslim.
Beliau wafat tahun 59 H, ada yang
mengatakan, 62 H, di usia 84 tahun. Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang paling terakhir meninggal. Jenazah beliau dimakamkan di Baqi.
7. Zainab bintu Jahsy bin
Rabab radhiyallahu ‘anha
Beliau masih kerabat dekat dengan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibu beliau, Umaimah bintu
Abdul Muthalib adalah saudari ayah nabi, Abdullah. Sehingga zainab adalah
sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Zainab dan Anak Angkat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
Sebelum diutus sebagai nabi,
Rasulullah memiliki anak angkat bernama Zaid. Hingga orang menyebutnya, Zaid
bin Muhammad, padahal ayah aslinya adalah Haritsah. Aturan ketika itu, anak
angkat sama dengan anak nasab, sehingga tidak boleh menikahi mantan istri anak
angkat. Sampai akhirnya Allah perintahkan agar Zainab dinikahkan dengan Zaid
bin Haritsah.
Mari kita perhatikan firman Allah
yang menceritkan kejadian tersebut,
وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ
اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ
اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ
“Ingatlah, ketika kamu berkata
kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga)
telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada
Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya……” (QS. Al-Ahzab: 37)
Pada ayat di atas, Allah menyebut
sahabat Zaid dengan: ‘orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya
(dengan hidayah islam) dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya’
Maksudnya, Zaid mendapatkan nikmat dari Allah berupa hidayah iman,
dan mendapat nikmat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena
dibebaskan dari status budak, kemudian dididik dalam asuhannya.
Kita kembali fokus ke Zaid dan
Zainab.
Sejatinya, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkeinginan untuk menikahi Zainab, dalam rangka
menghapus anggapan jahiliyah bahwa ayah angkat tidak boleh menikahi istri dari
mantan anak angkatnya. Namun Zainab masih menjadi istri Zaid, yang masyarakat
menganggapnya anak angkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
berharap agar Zaid menceraikan Zainab, sehingga beliau bisa menikahi Zainab.
Terjadilah intieraksi yang tidak
harmonis antara Zaid dengan Zainab. Sampai akhirnya Zaid mengadu kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang istrinya. Rasulullah-pun
menasehatkan kepada Zaid seperti ayat di atas, ‘Tahanlah terus isterimu dan
bertakwalah kepada Allah’ artinya, jangan kau ceraikan istrimu Zainab dan
bersabarlah, sekalipun banyak masalah keluarga. Padahal beliau menyimpan
harapan agar Zaid menceraikan Zainab. Pada ayat di atas Allah menyatakan, ‘sedang
kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya’,
yang disembunyikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hatinya,
harapan agar Zaid menceraikan Zainab, sehingga beliau bisa menikahi Zainab.
Hingga akhirnya, Zaid menceraikan
Zainab karena masalah rumah tangganya tidak kunjung membaik. Kita simak
lanjutan ayat,
فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا
وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي
أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا
“Tatkala Zaid telah mengakhiri
keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia
supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri
anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menceraikan
isterinya..” (QS. Al-Ahzab: 37)
[simak Tafsir Ibnu Katsir
6/424 – 425]
Ayat ini adalah ayat yang paling
dibanggakan Zainab. Ketika beberapa istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menonjolkan kelebihannya di hadapan istri yang lain, Zainab
menampakkan dirinya dengan mengatakan,
زوجكن أهاليكن وزوجني الله من فوق سبع
سموات
“Kalian dinikahkan oleh orang tua
kalian, sementara aku dinikahkan oleh Allah dari atas langit yang tujuh.” (HR.
Bukhari 7420)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menikahi Zainab pada bulan Dzul Qa’dah tahun 5 H. Ada yang
mengatakan, tahun 6 H. Beliau dikenal wanita ahli ibadah dan sangat gemar
bersedekah. Beliau wafat di zaman Khalifah Umar pada tahun 20 H, di usia 53
tahun. Beliau adalah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
meninggal pertama kali setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
8. Juwairiyah bintu
Al-Harits radhiyallahu ‘anha
Sebelum masuk islam, dia bernama
Barrah. Kemudian atas perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
diganti Juwairiyah. Beliau wanita istimewa dari kelompok Yahudi Bani Musthaliq.
Putri pemimpin yahudi Bani Musthaliq, Harits bin Abi Dhirar. Di kampung bani
Musthaliq, Juwairiyah menjadi Istri Musafi’ bin Shafwan.
Pernikahan dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
Setelah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menaklukkan yahudi Bani Quraidzah karena berkhianat
ketika perang Khandaq, terdengar kabar bahwa Harits bin Abi Nadhr bersama
pasukannya Bani Musthaliq dan beberapa sekutunya dari berbagai suku arab akan
menyerang Madinah. Rasulullah pun menugaskan Buraidah bin Hashib untuk mencari
tahu kebenaran berita ini. Sahabat pemberani ini mendatangi mereka. Setelah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yakin akan kebenaran berita,
beliau memerintahkan para sahabat untuk bergegas menuju Bani Musthaliq.
Ternyata, Harits telah mengirim mata-mata untuk mengintai pasukan kaum
muslimin. Namun para sahabat berhasil menangkap mata-mata ini dan mereka
membunuhnya.
Mendengar kedatangan pasukan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan terbunuhnya mata-matanya, Harits dan pasukannya
sangat ketakutan. Hingga suku-suku arab yang ikut bersamanya membatalkan perjanjian
dan pulang ke daerah masing-masing.
Sampailah pasukan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam di lembah Al-Muraisi’. Salah satu daerah sumber air bagi
bani Musthaliq. Di sinilah beliau menyiapkan barisan pasukan dan membagi tugas
masing-masing. Hingga akhirnya, kaum muslimin berhasil mengalahkan bani yahudi.
Di perang ini, terbunuhlah Musafi’ bin Shafwan, suami Juwairiyah. (Ar-Rahiq
Al-Makhtum, hlm. 286)
Juwairiyah menjadi salah satu wanita
tawanan ketika itu. Setelah pembagian, Juwairiyah jatuh pada kepemilikan Tsabit
bin Qais. Namun Tsabit membebaskannya dengan syarat membayar uang tertentu.
Hingga datanglah Juwairiyah menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan memohon agar dibantu untuk melunasi biaya pembebasan dirinya. Beliau
menerima permohonan ini dan beliau menikahinya dengan mahar pembebasan dirinya
dari status budak.
Setelah mengetahui Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menikahi Juwairiyah, banyak sahabat yang membebaskan
tawanannya dari Bani Mustaliq, sebagai bentuk penghormatan untuk semua ipar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena peristiwa ini,
Juwairiyah dianggap wanita yang paling berkah bagi kaumnya.
Beliau hidup hingga masa Khalifah
Muawiyah. Meninggal di Madinah tahun 56 H.
9. Ummu Habibah bintu Abi
Sufyan radhiyallahu ‘anhuma
Ulama berbeda pendapat tentang nama
aslinya.Adayang mengatakan nama aslinya Ramlah.Adajuga yang mengatakan, Hindun.
Beliau sepupu Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Karena ibunya,
Shafiyah bintu Abil ‘Ash adalah saudara Affan, ayahnya Utsman.
Sebelumnya beliau menikah dengan
Ubaidillah bin Jahsy. Bersama Ubaidillah, beliau dikaruniai seorang putri
bernama Habibah. Bersama suami dan anaknya, Ummu Habibah hijrah ke negeri
Habasyah untuk mendapatkan jaminan keamanan karena tekanan suku Quraisy. Sesampainya
di Habasyah, suaminya meninggal.Adayang mengatakan, suaminya murtad dan memeluk
nasrani. Mendengar hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengirimsuratkepada raja Najasyi untuk menikahkan Ummu Habibah dengannya, dan
beliau mengutus Khalid bin Said sebagai wakil beliau. Najasyi memberikan mahar
untuknya sebesar 400 dinar. Setelah beberapa tahun di Habasyah, raja soleh ini
memulangkan Ummu Habibah ke Madinah ditemani Syurahbil bin Hasanah. (HR. Abu
Daud 2107 dan dishahihkan Al-Albani)
Beliau tinggal bersama suaminya,
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di tahun 7 H, di usia 36
tahun. Ummu Habibah meninggal di Madinah tahun 44 H, di masa Khalifah Muawiyah,Radhiyallahu
‘anhum ajma’in.
10. Shafiyah bintu Huyai
bin Akhtab
Berasal dari masyarakat yahudi Bani
Nadzir. Ayahnya, Huyai bin Akhtab adalah kepala suku bani Nadzir. Satu suku
yahudi, keturunan Nabi Harun ‘alaihis salam. Ibunya bernama Barrah bin
Samuel. Saudara dari sahabat, Rifaah bin Samuel. Sebelum masuk islam, Shafiyah
menikah dengan Salam bin Masykam, seorang ahli berkuda dan pandai bersyair.
Setelah berpisah dengan Salam, Shafiyah menikah dengan Kinanah bin Abil Haqiq.
Bani Nadzir tinggal di daerah
Khaibar. Kala itu, Khaibar terkenal sebagaikotabesar, memiliki banyak benteng dan
kebun kurma yang sangat luas. Letaknya sekitar 120 km ke utarakotaMadinah.
Ketika perang Khandaq, penduduk khaibar termasuk salah satu suku yang membantu
pasukan bersama kaum musyrikin untuk menyerang Madinah. Mereka juga yang
memanas-manasi bani Quraidzah untuk berkhianat kepada kaum muslimin. Masyarakat
Khaibar juga sering membantu orang manafik Madinah untuk melancarkan makarnya.
Dengan adanya perjanjian Hudaibiyah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan titik aman untuk
semakin meluaskan islam. Salah satu sasaran beliau adalah Khaibar. Satu daerah
sangat strategis yang bisa menguatkan islam, sekaligus mengancam entitas
Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berharap, agar
Khaibar bisa masuk kawasan islam. Tentang Khaibar, sejatinya telah Allah
sebutkan dalam Al-Quran,
وَعَدَكُمُ اللَّهُ مَغَانِمَ
كَثِيرَةً تَأْخُذُونَهَا فَعَجَّلَ لَكُمْ هَذِهِ
“Allah menjanjikan kepada kamu harta
rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, Maka disegerakan-Nya harta rampasan
ini untukmu..” (QS. Al-Fath: 20)
Mujahid menjelaskan, harta rampasan
yang banyak, yang Allah janjikan adalah Khaibar. (Tafsir Ibn Katsir,
7/341).
Singkat cerita, kaum muslimin
berhasil menaklukkan bani Nadzir, dan pada peristiwa itu Kinanah, suami
Shafiyah terbunuh karena melanggar kesepakatan. Kaum muslimin pulang dengan
membawa banyak rampasan perang dan tawanan, termasuk Shafiyah. Setelah semua
tawanan dikumpulkan, datanglah Dihyah Al-Kalbi, ‘Ya Rasulullah, berikan aku
seorang budak.’ ‘Silahkan pilih budak.’ Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ketika itu, Dihyah mengambil Shafiyah untuk menjadi budaknya.
Tiba-tiba datang seorang sahabat
melapor, ‘Ya Rasulullah, anda memberi Dihyah seorang budak, Shafiyah bintu
Huyai, wanita mulia dari Quraidzah dan bani Nadhir, wanita yang hanya layak
menjadi milik anda.’ ‘Bawa dia kemari!’ pinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Setelah melihatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
meminta Dihyah untuk mengambil budak lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menawarkan antara memilih islam ataukah tetap beragama Yahudi.
Shafiyahpun memilih islam dan menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam setelah Khaibar ditaklukkan pada tahun 7 H. Yang istimewa,
walimah pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
Shafiyah dilaksanakan di perjalanan pulang 12 mil dari Khaibar menuju Madinah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyebutnya sebagai wanita Shadiqah, wanita yang jujur imannya. (Al-Ishabah
Ibn Hajar, 7/741). Beliau meninggal tahun 50 H dan dimakamkan di Baqi.
11. Maimunah bintu
Al-Harits radhiyallahu ‘anhu
Wanita terakhir yang dinikahi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah saudara Ummu
Fadhl (Lubabah bintul Harits). Dan Ummu Fadhl adalah ibunda Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhum. Sehingga Maimunah adalah bibi Ibnu Abbas dari jalur ibunya. Beliau
juga saudara Lubabah As-Shugra, ibunya Khalid bin Walid.
Ibunya Maimunah bernama Hindun bintu
Auf. Sehingga Maimunah adalah saudara seibu dengan Zainab bintu Khuzaimah, Ummul
Masakin, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah
wafat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menikahinya pada bulan Dzul Qo’dah tahun 7 H, seusai umrah qadha.
Maimunah mulai tinggal bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah
perjalanan pulang dari Mekah 9 mil menuju Madinah. Beliau meninggal ketika
perjalanan pulang dari Haji tahun 61 H di daerah Saraf dan dimakamkan di Saraf.
A’isyah mengatakan tentang Maimunah,
ذهبت والله ميمونة.. أما إنها كانت من
أتقانا لله وأوصلنا للرحم
“Maimunah telah wafat, demi Allah…
dia adalah diantara wanita yang paling bertaqwa kepada Allah dan paling
menyambung silaturahim.” (HR. Hakim 6799 dan dinilai Adz-Dzahabi: Sesuai syarat
Muslim).
Demikianlah 11 wanita istimewa yang
mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadi
keluarga beliau tanpa ada perselisihan di kalangan ulama. Sementara ada dua
wanita yang melakukan akad dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
namun tidak dikumpuli Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka
dari Bani Kilab dan Bani Kindah. Tentang siapa nama dua wanita ini,
diperselisihkan para ulama.
Disamping itu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga memiliki budak wanita. Dua wanita yang terkenal
sebagai budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
a.Mariyah Al-Qibtiyah
Beliau adalah hadiah dari raja
Muqauqis sebagai jawaban atassurat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang mengajaknya untuk masuk islam. Dari Mariyah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mendapatkan seorang anak yang membuat beliau sangat
gembira, bernama Ibrahim. Namun putra beliau ini meninggal sebelum genap usia 2
tahun. Beliau meninggal di masa Umar, dan jenazahnya dishalati Umar bin Khatab
dan dimakamkan bersama istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya.
b.Raihanah bintu Zaid Al-Quradziyah
Beliau tawanan bani Quraidzah,
kemudian dijadikan budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ada
juga yang mengatakan, beliau dibebaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan dijadikan istrinya.
Abu Ubaidah menambahkan, ada 2 lagi
budak wanita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang satu hadiah
dari Zainab dan satunya tawanan untuk penaklukan yang lain. dan semuanya
dimerdekakan sebelum beliau wafat. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, 472)
Allahu a’lam
***
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits
Tidak ada komentar:
Posting Komentar